Monday 14 November 2016

Kambing Etawa

Hi sahabat blogger .....? Setelah kemarin membahas Wisata Alam Pantai Pasir Puncu dan Ketawang, Kini saya akan membahas tentang potensi unggulan di Purworejo, diantaranya yaitu potensi di bidang ternak, coba tebak ternak apa??   Mari kita bahas bersama- sama.

Ngomong-ngomong ada yang tahu tentang kambing P.E? Ternyata Kambing  peranakan etawa (P.E) merupakan kambing keturunan etawa keturunan india yang di bawa penjajah Belanda. Kambing tersebut kemudian di kawinsilangkan dengan kambing lokal di kaligesing. Saat ini kambing ras etawa dikenal sebagai kambing khas asli kaligesing. Hingga saat ini kambing ras etawa terus dikembangkan Kambing Peranakan Etawa ini memiliki ciri khas pada bentuk mukanya yang cembung, bertelinga panjang-mengglambir, postur tubuh tinggi (gumla) antara 90-110 cm, bertanduk panjang dan ramping.

Anda tertarik untuk memeliharanya?? Ayo datang langsung ke Kota Purworejo....

 Semoga bermanfaat :)

Baca selengkapnya

Sunday 13 November 2016

Kue Clorot

Hi .... Sahabat Blogger ??
Pada kesempatan ini saya akan menulis tentang salah satu makanan khas kota purworejo yang sudah tidak asing lagi di telinga kita,   Apa itu...........? Mari kita simak bersama- sama hehhee :)

Berkunjung ke kota Purworejo belum lengkap rasanya jika tidak mencicipi makanan khas purworejo, salah satunya Clorot, Clorot meruapakan makanan yang terbuat dari tepung beras yang dicampur santan kelapa dengan sedikit garam, gula merah dan daun pandan sebagai pemberi rasa khas. 


Clorot ini  Bentuknya sangat unik, wadahnya  terbuat dari janur kuning yang di bentuk menyerupai kerucut menyerupai terompet. Unik bukan ?.

Jika anda tidak sempat mengunjungi kota purworejo maka anda dapat membuatnya sendiri dirumah...
Ini dia resepnya..... :)


Resep Bahan Adonan Santan Clorot :
  1. 250 ml santan kental dari 1/2 butir kelapa
  2. 1 1/2 sendok makan tepung beras
  3. 1/2 sendok teh garam
Resep Bahan Adonan Tepung Clorot :
  1. 850 santan dari 1 butir kelapa
  2. 250 gram gula merah, iris halus
  3. 250 gram tepung beras
  4. 2 lembar daun pandan, sobek-sobek, dan kemudian buat simpul
  5. garam dengan takaran yang pas
Pembungkus Clorot :
  1. Daun kelapa/janur dan buanglah tulangnya
Cara Membuat Clorot :
  1. Adonan santan : campur rata semua bahan, sisihkan. Siapkan janur yang dibentuk mirip kerucut, ujung bawah harus kecil dan rapat, semat bagian atasnya dengan cara memasukan ujung daun ke dalam lipatan lingakaran daun kelapa  paling atas, supaya tidak lepas.
  2. Adonan tepung : dengan api kecil tuang santan, gula merah, garam, dan daun pandan. Tuang tepung beras sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai adonan menjadi licin, angkat, dan kemudian saring jika memang perlu.
  3. Tuang adonan tepung beras tersebut ke dalam kerucut-kerucut kurang lebih sebanyak 3/4 bagian dari wadah.
  4. Kemudian tegakkan, kerucut-kerucut ini dalam lubang-lubang kelakat, kukus kurang lebih selama 20 menit sampai adonan mengeras.
  5. Selanjutnya tuangkan adonan santan dan kukus kembali kurang lebih selama 20 menit sampai seluruhnya matang.
  6. Kemudian angkat clorot tersebut
  7. Clorot sudah siap untuk dihidangkan.
Baca selengkapnya

Pantai Pasir Puncu

Hai sehabat blogger, di postingan yang sebelumnya saya menulis tentang Pantai Jati Malang, nah sekarang ini saya ada referensi baru nih ! ternyata di kabupaten Purworejo terdapat pantai yang tidak kalah mempesona dari Pantai Jati Malang Loh, ..... Yaitu Pantai Pasir Puncu dan Pantai Ketawang.  Mari Kita Ulas :)



Pantai Pasir Puncu terletak di Desa Harjobinangun, dan Ketawang Kec. Grabag, sekitar 22 km dari pusat kota Purworejo. Pantai Pasir Puncu dan Ketawang memiliki pesona yang hampir sama dengan Pantai Jati Malang.


Akses jalan menuju pantai ini juga relatif tidak sulit. Bila kita berangkat dari terminal Harjobinangun jauhnya sekitar 2 km sehingga dapat ditempuh dengan ojek atau dokar. Sehingga para pengunjung dapat menikmati deburan ombak dan semilir angin pantai. Selamat mengunjungi.

Baca selengkapnya

Saturday 12 November 2016

Pantai Jati Malang



 Obyek wisata Pantai Jatimalang merupakan obyek wisata alam dengan perpaduan antara hamparan rawa/ tambak dan keindahan Pantai Laut Selatan.


Menurut searah, pantai ini pada tahun 1942 pernah dijadikan sebagai tempat pendaratan kapal yang mengangkut tentara Jepang. Hal ini dapat dimungkinkan karena disamping daerahnya sepi, Pantai Jatimalang sangat mudah dijangkau dan tidak begitu jauh dari pemukiman. Obyek wisata ini telah dilengkapi beberapa sarana prasarana seperti jalan hotmix sampai tepi pantai, bangunan gasebo, hiburan café, dan karaoke.

Pantai Jati Malang adalah pantai yang paling terkenal di Purworejo, Obyek pariwisata ini terletak di Desa Jatimalang, Kecamatan Purwodadi yang berjarak +18 Km dari pusat Kota Purworejo. Berikut ini Foto- fotonya , Mari berkunjung, hehe




Baca selengkapnya

Wisata Gunung Ijo



Haloo sehabat blogger semua, mau share nih di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah tepatnya di Desa Durensari, Bagelen, Kabupaten Purworejo terdapat sebuah destinasi Wisata Alam yang tidak boleh dilewatkan namanya "Gunung Ijo" . Penasaran kan?? Mari kita lihat video dibawah ini :

Sumber :http://reviensmedia.com/
Baca selengkapnya

Makanan Khas

 
Buah manggis merupakan buah yang rasanya manis dan segar. Buah ini merupakan produk unggulan Kabupaten Purworejo karena jarang ditemui di tempat lain yang rasa, bentuk, dan warnanya sama. Buah manggis banyak dihasilkan di wilayah Kecamatan Kaligesing, Loano, dan Bener. Masa produksi atau panen antara bulan Januari sampai Maret.



  

Sate kambing ini terdapat di Desa Winong, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo berjarak sekitar 15 kilometer arah barat laut dari kota Purworejo.
 

Lapis : dari tepung beras ketan.


   Tahu Kupat (beberapa wilayah menyebut “kupat tahu”), sebuah masakan yangberbahandasar tahu dengan bumbu pedas yang terbuat dari gula jawa cair dan sayuran seperti kol dan kecambah.
 
        
  
Geblek : makanan yang terbuat dari tepung singkong yang dibentuk seperti cincin, digoreng gurih

                  Clorot : makanan terbuat dari tepung beras dan gula merah yang dimasak
dalam pilinan daun kelapa.

         Rengginang : gorengan makanan yang terbuat dari ketan yang dimasak,
berbentuk bulat, gepeng.




 Dawet Hitam: sejenis cendol yang berwarna hitam, sangat digemari pemudik dari Jakarta. Untuk penjual dawet hitam yang asli adalah di timur jembatan Butuh.




    Lanting : makanan ini bahan dan bentuknya hampir sama dengan geblek, hanya saja ukurannya lebih kecil. Setelah digoreng lanting terasa lebih keras daripada geblek. Namun tetap terasa gurih dan renyah.




   Kue Satu : Makanan ini terbuat dari tepung ketan, berbentuk kotak kecil berwarna krem, dan rasanya manis.



Slondok, makanan terbuat dari tepung gaplek, seperti klanting namun sangat besar lingkarannya.



Photobucket




 Nasi Megono, adalah nasi urap yang dicampur dengan kelapa muda serta sayur-sayuran kuluban, menu ini dahulu sebagai kelengkapan sesaji saat akan Wiwit, memulai memanen padi , dengan upacara adapt secara kecil.





 
















 Cenil : makanan ini tebuat dari tepung ketela. 










   
Baca selengkapnya

Sejarah Purworejo



Hamparan wilayah yang subur di Jawa Tengah Selatan antara Sungai Progo dan Cingcingguling sejak jaman dahulu kala merupakan kawasan yang dikenal sebagai wilayah yang masuk Kerajaan Galuh. Oleh karena itu menurut Profesor Purbocaraka, wilayah tersebut disebut sebagai wilayah Pagaluhan dan kalau diartikan dalam bahasa Jawa, dinamakan : Pagalihan. Dari nama “Pagalihan” ini lama-lama berubah menjadi : Pagelen dan terakhir menjadi Bagelen. Di kawasan tersebut mengalir sungai yang besar, yang waktu itu dikenal sebagai sungai Watukuro. Nama “ Watukuro “ sampai sekarang masih tersisa dan menjadi nama sebuah desa terletak di tepi sungai dekat muara, masuk dalam wilayah Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo. Di kawasan lembah sungai Watukuro masyarakatnya hidup makmur dengan mata pencaharian pokok dalam bidang pertanian yang maju dengan kebudayaan yang tinggi.
Pada bulan Asuji tahun Saka 823 hari ke 5, paro peteng, Vurukung, Senin Pahing (Wuku) Mrgasira, bersamaan dengan Siva, atau tanggal    5 Oktober 901 Masehi, terjadilah suatu peristiwa penting, pematokan Tanah Perdikan (Shima). Peristiwa ini dikukuhkan dengan sebuah prasasti batu andesit yang dikenal sebagai prasasti Boro Tengah atau Prasasti Kayu Ara Hiwang. Prasasti yang ditemukan di bawah pohon Sono di dusun Boro tengah, sekarang masuk wilayah desa Boro Wetan Kecamatan Banyuurip dan sejak tahun 1890 disimpan di Museum Nasional Jakarta Inventaris D 78 Lokasi temuan tersebut terletak di tepi sungai Bogowonto, seberang Pom Bensin Boro.Dalam Prasasti Boro tengah atau Kayu Ara Hiwang tersebut diungkapkan, bahwa pada tanggal 5 Oktober 901 Masehi, telah diadakan upacara besar yang dihadiri berbagai pejabat dari berbagai daerah, dan menyebut-nyebut nama seorang tokoh, yakni : Sang Ratu Bajra, yang diduga adalah Rakryan Mahamantri/Mapatih Hino Sri Daksottama Bahubajrapratipaksaya atau Daksa yang di identifikasi sebagai adik ipar Rakal Watukura Dyah Balitung dan dikemudian hari memang naik tahta sebagai raja pengganti iparnya itu.

Pematokan (peresmian) tanah perdikan (Shima) Kayu Ara Hiwang dilakukan oleh seorang pangeran, yakni Dyah Sala (Mala), putera Sang Bajra yang berkedudukan di Parivutan.Pematokan tersebut menandai, desa Kayu Ara Hiwang dijadikan Tanah Perdikan(Shima) dan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak, namun ditugaskan untuk memelihara tempat suci yang disebutkan sebagai “parahiyangan”. Atau para hyang berada.Dalam peristiwa tersebut dilakukan pensucian segala sesuatu kejelekan yang ada di wilayah Kayu Ara Hiwang yang masuk dalam wilayah Watu Tihang. “ … Tatkala Rake Wanua Poh Dyah Sala Wka sang Ratu Bajra anak wanua I Pariwutan sumusuk ikanang wanua I Kayu Ara Hiwang watak Watu Tihang …”Wilayah yang dijadikan tanah perdikan tersebut juga meliputi segala sesuatu yang dimiliki oleh desa Kayu Ara Hiwang antara lain sawah, padang rumput, para petugas (Katika), guha, tanah garapan (Katagan), sawah tadah hujan (gaga).


Disebut-sebutnya “guha” dalam prasasti Kayu Ara Hiwang tersebut ada dugaan, bahwa guha yang dimaksud adalah gua Seplawan, karena di dekat mulut gua Seplawan memang terdapat bangunan suci Candi Ganda Arum, candi yang berbau harum ketika yoninya diangkat. Sedangkan di dalam gua tersebut ditemukan pula sepasang arca emas dan perangkat upacara. Sehingga lokasi kompleks gua Seplawan di duga kuat adalah apa yang dimaksud sebagai “parahyangan” dalam prasasti Kayu Ara Hiwang.

Upacara 5 Oktober 901 M di Boro Tengah tersebut dihadiri sekurang-kurangnya 15 pejabat dari berbagai daerah, antara lain disebutkan nama-nama wilayah : Watu Tihang (Sala Tihang), Gulak, Parangran Wadihadi, Padamuan (Prambanan), Mantyasih (Meteseh Magelang), Mdang, Pupur, Taji (Taji Prambanan) Pakambingan, Kalungan (kalongan, Loano). Kepada para pejabat tersebut diserahkan pula pasek-pasek berupa kain batik ganja haji patra sisi, emas dan perak. Peristiwa 5 Otober 901 M tersebut akhirnya pada tanggal 5 Oktober 1994 dalam sidang DPRD Kabupaten Purworejo dipilih dan ditetapkan untuk dijadikan Hari jadi Kabupaten Purworejo. Normatif, historis, politis dan budaya lokal dari norma yang ditetapkan oleh panitia, yakni antara lain berdasarkan pandangan Indonesia Sentris.

Perlu dicatat, bahwa sejak jaman dahulu wilayah Kabupaten Purworejo lebih dikenal sebagai wilayah Tanah Bagelen. Kawasan yang sangat disegani oleh wilayah lain, karena dalam sejarah mencatat sejumlah tokoh. Misalnya dalam pengembangan agama islam di Jawa Tengah Selatan, tokoh Sunan Geseng diknal sebagai muballigh besar yang meng-Islam-kan wilayah dari timur sungai Lukola dan pengaruhnya sampai ke daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupatn Magelang. Dalam pembentukan kerajaan Mataram Islam, para Kenthol Bagelen adalah pasukan andalan dari Sutawijaya yang kemudian setelah bertahta bergelar Panembahan Senapati. Dalam sejarah tercatat bahwa Kenthol Bagelen sangat berperan dalam berbagai operasi militer sehingga nama Begelen sangat disegani. Paska Perang Jawa, kawasan Kedu Selatan yang dikenal sebagai Tanah Bagelen dijadikn Karesidenan Bagelen dengan Ibukota di Purworejo, sebuah kota baru gabungan dari 2 kota kuno, Kedungkebo dan Brengkelan.

Pada periode Karesidenan Begelen ini, muncul pula tokoh muballigh Kyai Imam Pura yang punya pengaruh sampai ke Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Hampir bersamaan dengan itu, muncul pula tokoh Kyai Sadrach, penginjil Kristen plopor Gereja Kristen Jawa (GKJ). Dalam perjalanan sejarah, akibat ikut campur tangannya pihak Belanda dalam bentrokan antara para bangsawan kerajaan Mataram, maka wilayah Mataram dipecah mejadi dua kerajaan. Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Tanah Bagelen akibat Perjanjian Giyanti 13 pebruari 1755 tersebut sebagai wilayah Negara Gung juga dibagi, sebagian masuk ke Surakarta dan sebagian lagi masuk ke Yogyakarta, namun pembagian ini tidak jelas batasnya sehingga oleh para ahli dinilai sangat rancu diupamakan sebagai campur baur seperti “rujak”.

Dalam Perang Diponegoro abad ke XIX, wilayah Tanah Bagelen menjadi ajang pertempuran karena pangeran Diponegoro mndapat dukungan luas dari masyarakat setempat. Pada Perang Diponegoro itu, wilayah Bagelen dijadikan karesidenan dan masuk dalam kekuasaan Hindia Belanda dengan ibukotanya Kota Purworejo. Wilayah karesidenan Bagelen dibagi menjadi beberapa kadipaten, antara lain kadipaten Semawung (Kutoarjo) dan Kadipaten Purworejo dipimpin oleh Bupati Pertama Raden Adipati Cokronegoro Pertama. Dalam perkembangannya, Kadipaten Semawung (Kutoarjo) kemudian digabung masuk wilayah Kadipaten Purworejo. Dengan pertimbangan strategi jangka panjang, mulai 1 Agustus 1901, Karesienan Bagelen dihapus dan digabungkan pada karesidenan kedu. Kota Purworejo yang semula Ibu Kota Karesidenan Bagelen, statusnya menjadi Ibukota Kabupaten.

Tahun 1936, Gubernur Jenderal Hindia belanda merubah administrasi pemerintah di Kedu Selatan, Kabupaten Karanganyar dan Ambal digabungkan menjdi satu dengan kebumen dan menjadi Kabupaten kebumen. Sedangkan Kabupaten Kutoarjo juga digabungkan dengan Purworejo, ditambah sejumlah wilayah yang dahulu masuk administrasi Kabupaten Urut Sewu/Ledok menjadi Kabupaten Purworejo. Sedangkan kabupaten Ledok yang semula bernama Urut Sewu menjadi Kabupaten Wonosobo. Dalam perkembangan sejarahnya Kabupaten Purworejo dikenal sebagai pelopor di bidang pendidikan dan dikenal sebagai wilayah yang menghasilkan tenaga kerja di bidang pendidikan, pertanian dan militer. 

Tokoh-tokoh yang muncul antara lain WR Supratman Komponis lagu Kebangsaan “Indonesia raya”. Jenderal Urip Sumoharjo, Jenderal A. Yani, Sarwo Edy Wibowo dan sebagainya. Para tokoh maupun tenaga kerja di bidang pertanian pendidikan, militer, seniman dan pekerja lainnya oleh masyarakat luas di tanah air dikenal sebagai orang-orang Bagelen, nama kebangsaan dan yang disegani baik di dalam maupun di luar negeri.


(Sumber: Buku POTENSI WISATA PURWOREJO – Yayasan Arahiwang Purworejo Jakarta).
Baca selengkapnya